Liga 2 Pegadaian Championship

Liga 2 Pegadaian Championship 2025–26: Struktur Baru, VAR, dan Tantangan Klub

Read Time:6 Minute, 36 Second

Transformasi Besar Liga 2 di Musim 2025–26

Liga 2 Indonesia musim 2025–26 resmi bergulir pada awal September 2025 dan langsung menjadi sorotan publik sepak bola nasional. Kompetisi yang kini kembali memakai nama Liga 2 Pegadaian Championship ini tampil dengan wajah baru yang jauh lebih profesional dan modern. Perubahan ini merupakan bagian dari program restrukturisasi kompetisi PSSI dan operator PT LIB, yang ingin menaikkan kualitas sepak bola strata kedua Indonesia agar semakin kompetitif serta mampu mencetak pemain berkualitas bagi Liga 1 dan Timnas.

Perombakan paling mencolok adalah format kompetisi. Jika sebelumnya menggunakan sistem wilayah (barat dan timur), musim ini Liga 2 dibagi dalam tiga grup utama dengan sistem kandang-tandang penuh. Setiap grup berisi delapan klub, dan dua klub terbaik dari masing-masing grup akan lolos ke babak delapan besar. Sistem ini meniru format liga profesional Asia seperti J2 League Jepang atau K League 2 Korea Selatan, yang menekankan kontinuitas pertandingan dan menambah jumlah laga untuk setiap tim.

Selain format baru, jumlah pertandingan musim ini meningkat drastis: dari semula 14 laga di fase grup, kini menjadi sekitar 26–30 laga bagi klub yang mencapai babak akhir. Artinya, stamina, kedalaman skuad, dan manajemen rotasi pemain akan sangat menentukan. Klub juga diwajibkan memiliki fasilitas stadion yang lolos verifikasi PSSI, termasuk penerangan minimal 800 lux untuk siaran malam dan standar ruang ganti sesuai AFC Club Licensing.

Transformasi ini mendapat sambutan positif dari pelatih dan pengamat. Banyak yang menilai perubahan ini bisa menambah pengalaman kompetitif pemain muda lokal dan meningkatkan minat sponsor. Namun, ada juga kekhawatiran bahwa klub-klub kecil bisa kewalahan dari sisi finansial karena harus membiayai perjalanan dan akomodasi lebih banyak sepanjang musim.


Teknologi VAR Mulai Diterapkan di Liga 2

Terobosan besar lainnya di Liga 2 musim ini adalah penggunaan teknologi VAR (Video Assistant Referee). Untuk pertama kalinya dalam sejarah, kasta kedua sepak bola Indonesia mengadopsi sistem VAR yang sebelumnya hanya dipakai di Liga 1. PSSI menyebut langkah ini sebagai bagian dari roadmap digitalisasi sepak bola Indonesia menuju 2030.

VAR diterapkan secara selektif pada laga-laga penting: pertandingan televisi utama tiap pekan, serta semua laga babak delapan besar dan semifinal-final. PT LIB menggandeng konsorsium penyedia teknologi asal Eropa yang sudah berpengalaman di kompetisi Thailand dan Malaysia. Para wasit Liga 2 juga telah mengikuti pelatihan intensif selama 3 bulan untuk memahami prosedur penggunaan VAR, termasuk protokol intervensi untuk offside, pelanggaran di kotak penalti, dan kartu merah langsung.

Penerapan VAR ini menuai beragam respons. Banyak pemain dan pelatih menyambut positif karena bisa mengurangi kesalahan fatal yang kerap merugikan tim. Namun ada pula pihak yang menilai penggunaan VAR di Liga 2 terlalu dini karena kualitas infrastruktur stadion belum merata, serta potensi menambah durasi pertandingan jika operator VAR tidak sigap.

Meski begitu, pada pekan pertama Liga 2 2025–26, beberapa momen kontroversial berhasil dikoreksi VAR dengan baik — misalnya pembatalan gol offside PSIM Yogyakarta melawan Persiba Balikpapan yang awalnya disahkan wasit. Momen ini memperkuat kepercayaan publik bahwa teknologi bisa memperbaiki keadilan pertandingan jika dijalankan dengan profesional.


Persaingan Ketat Klub-Klub Tradisional dan Pendatang Baru

Musim ini diikuti 24 klub, termasuk sejumlah nama besar yang pernah berkiprah di Liga 1 seperti Semen Padang, Persijap Jepara, Persiba Balikpapan, dan PSMS Medan. Mereka harus bersaing dengan klub-klub pendatang baru yang sedang naik daun seperti Nusantara United, Maluku FC, dan Bandung United. Campuran klub tradisional dan klub baru ini membuat Liga 2 musim 2025–26 sangat kompetitif dan sulit diprediksi.

Klub-klub mapan seperti PSMS dan Semen Padang dituntut untuk segera bangkit agar tidak terus-menerus terjebak di kasta kedua. PSMS bahkan merekrut pelatih asing asal Portugal dan mendatangkan beberapa pemain asing Asia untuk memperkuat lini serang. Sementara Nusantara United yang baru berdiri 2022 tampil agresif dengan sokongan dana segar dari konsorsium swasta dan fokus pada pengembangan akademi muda.

Yang menarik, PSSI juga mewajibkan setiap klub memainkan minimal tiga pemain U-21 setiap laga, dan dua di antaranya harus jadi starter. Kebijakan ini diambil untuk mempercepat regenerasi pemain lokal. Klub yang melanggar ketentuan akan dikenai denda hingga Rp150 juta per pelanggaran. Sejumlah pelatih menyambut baik kebijakan ini karena memaksa mereka berani memberi menit bermain pada pemain muda.

Sejauh ini, kompetisi berjalan sengit. Persijap Jepara secara mengejutkan memuncaki klasemen sementara Grup B dengan permainan menyerang cepat, sementara Maluku FC mencuri perhatian lewat permainan kolektif solid di Grup C. Ketatnya persaingan membuat setiap poin sangat berarti dan menambah daya tarik bagi penonton.


Tantangan Finansial dan Profesionalisme Klub Liga 2

Di balik semaraknya perubahan, tantangan finansial tetap menjadi momok utama klub-klub Liga 2. Berbeda dengan Liga 1 yang mendapat pemasukan besar dari sponsor utama dan hak siar, Liga 2 masih bergantung pada dana pribadi pemilik klub atau bantuan pemerintah daerah. Biaya operasional meningkat hampir dua kali lipat karena jumlah pertandingan lebih banyak dan perjalanan antarpulau makin sering.

Banyak klub harus memutar otak mencari pendanaan alternatif, mulai dari penjualan merchandise, crowdfunding dari suporter, hingga menggandeng UMKM lokal sebagai sponsor. PT LIB sebenarnya menyediakan dana subsidi, namun jumlahnya terbatas hanya sekitar Rp2,5 miliar per klub per musim — masih jauh dari kebutuhan ideal yang bisa mencapai Rp10 miliar.

Selain finansial, aspek profesionalisme juga menjadi sorotan. PSSI kini mewajibkan setiap klub Liga 2 memiliki badan hukum berbentuk PT dan memenuhi standar lisensi klub AFC. Klub harus punya departemen media, tim medis profesional, akademi usia muda, dan pelatih bersertifikat AFC B minimal. Klub yang gagal memenuhi syarat ini akan didegradasi administratif ke Liga 3. Kebijakan ketat ini dimaksudkan agar klub Liga 2 benar-benar bertransformasi menjadi entitas profesional, bukan sekadar klub hobi.


Dukungan Suporter dan Dampaknya terhadap Atmosfer Kompetisi

Perubahan besar ini juga berdampak pada atmosfer suporter. Kehadiran fans menjadi bagian penting Liga 2 karena mayoritas klub berasal dari kota-kota kecil dengan basis komunitas yang kuat. Di banyak laga awal musim ini, stadion-stadion kecil di Jepara, Palu, dan Mamuju kembali penuh oleh ribuan penonton yang membawa drum, spanduk kreatif, dan koreografi unik.

PSSI juga bekerja sama dengan Polri untuk meningkatkan standar keamanan stadion. Semua penonton wajib membeli tiket online, menggunakan identitas diri, dan menjalani pemeriksaan ketat di pintu masuk. Upaya ini dilakukan agar Liga 2 terhindar dari kerusuhan atau pelanggaran berat yang pernah mencoreng sepak bola nasional.

Antusiasme suporter membawa efek domino positif: sponsor lokal mulai tertarik memasang iklan, liputan media meningkat, dan laga-laga Liga 2 mulai disiarkan di televisi nasional. Bagi banyak kota kecil, keberhasilan klub mereka di Liga 2 menjadi simbol kebanggaan daerah yang bisa menggerakkan ekonomi lokal — dari hotel, restoran, hingga transportasi.


Masa Depan Liga 2 dan Harapan Menuju Liga 1

Liga 2 Pegadaian Championship 2025–26 diharapkan menjadi titik balik bagi pembinaan sepak bola Indonesia. Dengan format baru, penerapan teknologi VAR, kewajiban memainkan pemain muda, dan standar profesionalisme yang ketat, Liga 2 tidak lagi dipandang sebagai “liga buangan” melainkan kompetisi prestisius.

PSSI menargetkan dalam lima tahun ke depan, setidaknya 60% pemain Liga 1 berasal dari akademi atau jebolan Liga 2. Jika target ini tercapai, maka Liga 2 akan menjadi tulang punggung pengembangan talenta nasional. Namun, hal itu butuh dukungan serius dari pemerintah daerah, sponsor swasta, dan manajemen klub yang profesional agar keberlanjutan finansial terjamin.

Ke depan, PSSI juga berencana membentuk divisi khusus pengelolaan Liga 2 agar tidak terus berada di bawah bayang-bayang Liga 1. Rencana ini mencakup peningkatan jumlah sponsor, hak siar eksklusif, dan penguatan brand Liga 2 sebagai kompetisi profesional sejati. Jika semua ini berhasil, Liga 2 bisa menjadi salah satu liga kasta kedua paling kompetitif di Asia Tenggara.


Kesimpulan

Liga 2 Pegadaian Championship 2025–26 bukan lagi sekadar kompetisi level dua, tapi arena pembuktian profesionalisme baru sepak bola Indonesia. Perubahan format, penggunaan VAR, kewajiban pemain muda, hingga pengetatan lisensi klub menandai era baru. Meski penuh tantangan, semangat klub dan suporter menunjukkan bahwa Liga 2 punya masa depan cerah sebagai pilar pengembangan sepak bola nasional.

Dengan dukungan finansial memadai dan pengelolaan profesional, bukan mustahil Liga 2 akan melahirkan banyak bintang masa depan Timnas Indonesia — sekaligus mengangkat citra sepak bola Indonesia di mata Asia.


Referensi

Happy
Happy
0 %
Sad
Sad
0 %
Excited
Excited
0 %
Sleepy
Sleepy
0 %
Angry
Angry
0 %
Surprise
Surprise
0 %
Sumba Previous post Wisata Alam Sumba 2025: Pesona Padang Savana dan Budaya Marapu