
KPK Sita 11 Aset Tersangka Korupsi Pemerasan Tenaga Kerja Asing Kemenaker, Total Rp6,6 Miliar
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus mengembangkan penyidikan kasus dugaan korupsi pemerasan Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA) di lingkungan Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker). Dalam proses penyidikan terbaru, KPK berhasil menyita 11 unit aset milik salah satu tersangka dengan nilai fantastis, mencapai Rp6,6 miliar.
Pelaksana Tugas (Plt) Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, menjelaskan bahwa aset-aset tersebut terdiri dari properti dan uang tunai yang tersebar di beberapa wilayah. “Aset yang disita meliputi dua unit rumah senilai sekitar Rp1,5 miliar, empat unit kontrakan dan kos-kosan sekitar Rp3 miliar,” ungkap Budi dalam keterangannya, Rabu (9/7/2025).
Selain itu, KPK juga menyita empat bidang tanah senilai sekitar Rp2 miliar dan uang tunai sebesar Rp100 juta. Aset-aset tersebut diketahui tersebar di wilayah Depok dan Bekasi.
Kasus dugaan pemerasan ini mencuat setelah KPK menetapkan delapan orang sebagai tersangka, termasuk oknum pejabat di Direktorat Jenderal Binapenta dan PKK Kemenaker. Mereka diduga memaksa pihak tertentu, terutama calon tenaga kerja asing (TKA), untuk memberikan sejumlah uang agar bisa bekerja secara legal di Indonesia.
“Para oknum ini memungut atau memaksa seseorang memberikan sesuatu terhadap para calon tenaga kerja asing,” ujar Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu, Selasa (20/5/2025), usai penggeledahan di kantor Kemenaker, Jakarta.
Penetapan para tersangka dilakukan berdasarkan Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) yang diterbitkan pada April 2025.
Dijerat UU Tipikor, Terancam 20 Tahun Penjara
Para tersangka dalam kasus pemerasan TKA ini dijerat dengan Pasal 12B atau 12E Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).
Kedua pasal tersebut mengatur larangan bagi pegawai negeri atau penyelenggara negara untuk menerima hadiah atau gratifikasi yang bertentangan dengan tugas dan kewajibannya, atau menyalahgunakan wewenang untuk keuntungan pribadi.
Jika terbukti bersalah, para tersangka terancam hukuman penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun, serta denda minimal Rp200 juta dan maksimal Rp1 miliar.
Perkara Korupsi Kemenaker Terjadi Sejak 2020
KPK menyebut bahwa praktik korupsi ini telah berlangsung sejak tahun 2020 hingga 2023. Saat ini, tim penyidik terus melakukan pendalaman, termasuk dengan melakukan penggeledahan dan penyitaan aset-aset yang diduga berasal dari tindak pidana korupsi tersebut.
KPK menegaskan komitmennya untuk mengusut tuntas kasus ini guna menegakkan integritas birokrasi dan sistem ketenagakerjaan di Indonesia.