Cendekiawan Pencerah Peradaban

Oleh : Eki Baihaki
MEMAKNAI CENDEKIAWAN
Siapakah sesungguhnya cendekiawan?, yang dalam makna lainnya dikenal dengan sebutan intelektual. Soedjatmoko mantan Rektor Universitas PBB contohnya, adalah seseorang yang tidak pernah lulus perguruan tinggi, namun ia diakui sebagai cendekiawan besar Indonesia karena buku-buku dan tulisan ilmiah mengenai ide-ide sosial dan kemanusiaan, juga figur seorang Buya Hamka dengan buku dan tulisannya yang monumental.
Dalam pandangan subjektif saya cendekiawan tidak selalu seorang sarjana, bahkan sarjana sendiri belum tentu merupakan seorang cendekiawan. Kriteria cendekiawan yang umumnya disepakati salah satunya adalah, cendekiawan memiliki sikap dan visi intelektual yang mengatasi batas-batas disiplin, yang memiliki komitmen kuat pada kemanusiaan, harkat, nilai-nilai, aspirasi dan hati nurani yang memiliki sikap kritis dan mandiri.
Ikatan Cendikiawan Muslim Indonesia (ICMI), mendefinisikan Cendekiawan Muslim sebagai orang Islam yang peduli terhadap lingkungannya, terus menerus meningkatkan kualitas iman dan taqwa, kemampuan berpikir, menggali, memahami dan menerapkan ilmu pengetahuan dan teknologi serta kehidupan keagamaan bagi terwujudnya masyarakat madani.
Pertama kali didirikan, ICMI diketuai oleh Prof. Dr. B. J. Habibie. ICMI hadir dengan visi besar untuk meningkatkan kemampuan umat Islam dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi. Pilihan ini tepat karena penguasaan iptek akan menjadi faktor penentu bagi suksesnya pembangunan Indonesia di abad ke-21.
Cendikiawan muslim juga akan senantiasa berkomitmen menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dari beragam ancaman dan tantangan multidimensional yang dihadapi oleh negara kita. Sesungguhnya cendikiawan muslim telah berkiprah kontruktif maupun korektif bagi bangsa dan negara hingga saat ini. Bahkan sejatinya kemajuan Indonesia kedepan sangat tergantung dengan kontribusi terbaik umat Islam, khususnya dari kalangan cendikiawannya.
Peradaban Islam
Dialektika peradaban sejatinya adalah saling melengkapi dalam berbagai hal, termasuk soal tradisi dan budaya. Peradaban Islam sepanjang eksistensinya turut berkontribusi menciptakan dan menyempurnakan tradisi-tradisi peradaban yang pernah hadir sebelumnya. Peradaban islam sejak awal telah mencatat kegemilangan bersamaan dengan capai-capaian di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi.
Sebagai contoh Universitas Qairuwan yang didirikan pada 859 M oleh Fatimah al-Fihri di Maroko menjadi pionir pemberian gelar bagi pelajar, terutama perguruan tinggi. Sebagai lembaga pendidikan formal pertama di dunia. Konsep pemberian ijazah itu kemudian diterapkan secara luas di Eropa melalui Muslim Spanyol. Universitas Bologna di Italia yang berdiri pada abad ke-11 dan Oxford di Inggris pada abad ke-12 M menerapkan sistem ijazah tersebut.
Dalam peradaban Islam itu karya tulis adalah sangat penting. Khalifah Al-Makmun yang memerintah pada 813-833 M. Sangat antusias mendorong penerjemahan berbagai karya filsafat dan ilmu pengetahuan Yunani ke dalam bahasa Arab. Cendikiawan muslimpun semangat menulis hasil karyanya, baik itu dari bidang ilmu filsafat etika, kedokteran, sejarah, sosiologi, dan musik. Tokoh klasiknya dalam hal ini seperti Al Ghazali, Al Kindi, Ibu Rush, Al Farabi, Ibnu Khaldun, Ibnu Haitam, dan banyak lainnya.
“Manusia tidak pernah bisa berhenti, roda tetap berputar, bumi terus bergulir”. Ungkapan dari Prof. Herman Soewandi, “Mundur atau majunya peradaban berakar kepada karsa. Karsa dalam perspektif filsafat Islam berarti pengendalian hawa nafsu. Mana yang akan dipilih, nafsu amarah atau nafsu mutmainnah?”. Tentu nafsu mutmainnah, nafsu yang telah disinari cahaya ilahi, sehingga dapat mengosongkan hati dari sikap tercela dan terhiasi dengan sifat terpuji. Nafsu yang dapat menciptakan ketenangan jiwa dan kedamaian bagi lingkungan.
Menjawab tantangan besar peradaban. Tentu ada tugas historis para cendikiawan muslim untuk menawarkan wacana konstruktif yang islami. Untuk mengawal masyarakat Indonesia menjadi masyarakat yang peradabannya tercerahkan secara hakiki, lahir dan batin. Dengan menjadikan Islam sebagai petunjuk, furqan yang rahmatan lil alamin, menjadi inspirasi kemajuan dengan spirit fastabiqul khoirot bagi perkembangan kehidupan masyarakat, bangsa dan negara yang lebih baik dan bermartabat. Semoga !